Pada adegan dongeng
di pipi tangga Candi Mendut dikisahkan: Pada masa lalu para binatang yang hidup
di Bumi menjalin persahabatan sangat akrab, termasuk di antaranya pasangan dua
ekor bangau dengan seekor kura-kura yang hidup di sebuah telaga berlimpah air.
Namun, ... ketenteraman itu terusik akibat terjadi perubahan iklim, dengan
datangnya musim kemarau berkepanjangan. Akibatnya, air telaga segera mengering.
Seluruh kehidupan yang di dalam dan sekitar telaga pun terancam.
Timbul kedukaan
mendalam di hati bangau, terhadap nasib sahabatnya, sang kura-kura. Berkatalah
Bangau, "Sahabatku, sebentar lagi akan datang bencana kekeringan, kita
harus cepat-cepat mengungsi ke telaga yang lebih besar dengan air jernih
melimpah. Danau itu tak jauh dari hutan ini. Berpeganglah pada ranting kering
yang kami cengkeram berdua, gigitlah ranting itu pada bagian tengahnya. Tetapi
ingat, selama perjalanan jangan menengok ke bawah atau mengucapkan sepatah kata
pun, sebelum sampai tujuan."
Lalu, terbanglah mengangkasa
ketiga sahabat itu melalui hutan, sungai, dan ladang. Di kejauhan tampak
sekelompok anak gembala dan pemburu sedang beristirahat. Mereka melihat
pemandangan sangat lucu. Maka, mereka pun bersorak kegirangan sambil
mengolok-olok sang kura-kura, yang disebut seperti kotoran sapi kering sedang
terbang. Mendengar olok-olok itu, si kura-kura pun marah dan hendak menjawab
dengan membuka mulut. Akibatnya, ia pun terjatuh, lalu diperebutkan
beramai-ramai untuk dimakan oleh sekelompok anak-anak itu.
Cerita itu mengandung
pesan, sifat mudah tersinggung dan marah, atau terpancing emosi dapat berakibat
fatal, bahkan mencelakakan dirinya sendiri. Manusia hendaknya menjadi orang
sabar dan rendah hati.